Menurut KH Rakhmad Zailani Kiki, Pendakwah dan Pimpinan Lembaga Peradaban Luhur, berutang untuk menunaikan umrah diperbolehkan dan ibadah umrahnya dianggap sah selama memenuhi syarat dan ketentuan yang ada. Konsep ini didasarkan pada dua jenis utang dalam hukum Islam.
Dalam hukum Islam, utang yang dibolehkan adalah utang yang memiliki jaminan untuk dapat membayar atau melunasinya. Jaminan ini bisa berupa aset bergerak seperti kendaraan, perhiasan berharga, deposito, dan lain sebagainya. Jaminan tersebut juga bisa berupa pendapatan tetap seperti gaji yang dipastikan nilainya sebanding dengan nilai utangnya.
Dengan demikian, jika seorang jamaah menunaikan ibadah umroh dengan utang atau biaya yang ditanggung terlebih dulu oleh travel, maka harus ada jaminan bahwa jamaah tersebut dapat melunasi utangnya setelah kembali ke Tanah Air.
Namun, utang yang harus dihindari sebisa mungkin atau bisa dihukumi makruh adalah utang yang tidak memiliki jaminan untuk dapat membayarnya. Dalam konteks umrah, utang yang tidak memiliki jaminan ini bisa menjadi penghambat karena ibadah umrah bukan kebutuhan darurat yang harus dilaksanakan dan bisa menimbulkan mafsadat atau kerusakan bagi pelakunya.
Selayaknya agen travel perlu melakukan penyaringan ketika menawarkan program umrah dengan utang atau umrah kredit kepada calon peserta. Agen harus menolak calon peserta yang tidak memiliki jaminan sama sekali demi masa depan yang lebih baik bagi semua pihak.
Meski dalam hukum Islam utang untuk menunaikan umrah diperbolehkan, namun perlu dipastikan bahwa kita memiliki kemampuan untuk melunasinya. Seperti kata Rasulullah SAW, "Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman." Jadi, sebaiknya pertimbangkan baik-baik sebelum mengambil langkah berutang untuk umrah. (*)